Berkelindannya Ekosistem Multiliterasi dan Digitalisasi Proses Pembelajaran di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
Oleh: Eka Sugeng Ariadi
(Guru MAN 1 Pasuruan)
Proses pembelajaran pasca pandemi membutuhkan adaptasi atau penyesuaian gaya belajar yang tidak mudah bagi pendidik, peserta didik, pihak sekolah sebagai pengelola lembaga pendidikan, dan keluarga (termasuk masyarakat secara luas) sebagai konsumen yang membutuhkan proses pembelajaran yang berkualitas bagi anak-anaknya. Semua ini disebabkan disrupsi proses pembelajaran selama pandemi telah membawa perubahan suasana yang signifikan, khususnya pada aspek proses pembelajaran yang serba digital, tergantung sepenuhnya pada jaringan internet, pemanfaatan aplikasi digital untuk pembelajaran, ruang kelas maya, dan seterusnya. Sunnahtullahnya adalah keadaan ini menimbulkan dampak positif sekaligus dampak negatif yang kemudian mewarnai ruang fisik dan psikis baik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Maka, pesan bijaknya adalah semua pihak (stakeholder pendidikan; sekolah, keluarga, dan masyarakat) harus saling bersinergi untuk saling menguatkan semua dampak positifnya dan meminimalisir semua dampak negatifnya di lingkungan masing-masing.
Dampak positif seperti semakin cakapnya pendidik maupun peserta didik dalam berliterasi digital harus mendapatkan penguatan yang serius, baik selama proses pembelajaran di sekolah maupun pada saat belajar di rumah atau di masyarakat sekitarnya. Demikian pula dampak negatif seperti kecanduan pada program-program internet semacam aplikasi game Android, tontonan yang tidak sopan,dan sebagainya harus mampu dikurangi, bahkan jika bisa dialihkan menjadi berdampak positif. Salah satu solusi terbaik adalah ketiga stakeholder pendidikan ini (sekolah-keluarga-masyarakat) harus mampu berkoodinasi, berkolaborasi, dan bersinergi satu sama lain dengan menghadirkan proses pembelajaran berbasiskan pendekatan Multiliterasi.
Pendekatan Multiliterasi dan Digitalisasi Pembelajaran
Pendekatan Multiliterasi pertama kali dikenalkan oleh New London Group (NLG) pada tahun 1996 untuk merespons 2 hal paling penting menurut mereka dalam pendidikan literasi, yaitu pengaruh munculnya pelbagai teknologi komunikasi yang baru dalam melahirkan variasi bentuk literasi baru dan pengembangan keberagaman bahasa dan budaya yang meningkat sangat pesat (Navehebrahim, 2011). Dalam dunia pendidikan secara umum, meskipun teori pendekatan ini telah dipublikasikan 26 tahun yang lalu, efeknya sangat terasa ketika masa pandemi dan pasca pandemi seperti saat ini. Perubahan suasana pembelajaran dari model tatap muka (offline), kemudian tatap maya (online), lalu tatap muka kembali membutuhkan kemampuan berliterasi dalam beberapa bentuk literasi (multiliterasi). Kecanggihan teknologi informasi, alat komunikasi, aplikasi digital, dan lain-lain telah mampu mengantarkan para pendidik, peserta didik, dan lembaga pendidikan untuk melakukan transformasi digital dalam proses pembelajaran. Beberapa contoh transformasi antara lain: pendidik dan peserta didik mampu belajar di ruang maya melalui aplikasi Zoom, Google Meet, dan sebagainya, evaluasi atau penilaian pembelajaran pun bisa dilakukan dengan menggunakan aplikasi Google Form, Quizizz, Kahoot, dan lain-lain. Itulah, sedikit fakta adanya transformasi digitalisasi pendidikan yang telah jamak terjadi di seantero negeri ini.
Akan tetapi, proses transformasi digitalisasi pendidikan bukannya berjalan dengan lancar dan tanpa hambatan. Sisi positif dan negatif seakan saling melengkapi satu sama lain sebagaimana telah penulis sampaikan di paragraf awal. Oleh karenanya, selain digitalisasi proses pembelajaran yang tidak mungkin lagi dihindari, dibutuhkan pendekatan Multiliterasi yang komprehensif dari semua pihak, khususnya tiga pilar pendidikan; sekolah-keluarga-masyarakat. Ketiga pilar pendidikan ini (Kemdikbud, 2020) harus benar-benar memiliki kemauan yang kuat, didukung adanya legalitas nota kesepahaman, untuk saling menguatkan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dengan mengedepankan gaya belajar abad 21 tanpa meninggalkan pentingnya proses membangun karakter anak yang lebih baik sesuai dengan nilai atau norma agama, profil pelajar Pancasila, dan lainnya.
Berkelindannya 3 Pilar Pendidikan
Berkelindannya 3 pilar pendidikan secara praktis sangat sesuai dengan ruh Kurikulum Merdeka Belajar, di mana pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat memiliki keleluasaan untuk mendesain proses pembelajaran yang terpadu, komprehensif, atau saling terkait antara proses pembelajaran secara akademis di sekolah dengan proses pembelajaran nonakademis di rumah dan di masyarakat. Proses pembelajaran yang selama ini hanya terpusat di sekolah dan sebagian besar menjadi tanggung jawab pihak sekolah, harus diubah menjadi tanggung jawab bersama dan proses pembelajarannya dapat dilaksanakan di rumah dan di masyarakat. Misalnya, seorang guru bahasa Inggris berkolaborasi dengan guru bahasa Indonesia dan guru Matematika menggunakan model Pembelajaran Berbasis Proyek (PjBL) bagi peserta didiknya di jenjang Madrasah Aliyah (MA). Maka, ketiga guru ini merencanakan proses pembelajaran sesuai dengan sintak PjBL dan menjalin komunikasi intensif baik secara lisan maupun tulisan dengan pihak orang tua dan pengurus RT/RW di mana peserta didik tersebut tinggal.
Setelah semua persiapan atau perencanaan pembelajaran sudah siap dan izin pemberitahuan serta dokumentasi kerja sama sudah disetujui semua pihak, maka proses pembelajaran PjBL ini dimulai. Desain pembelajaran seperti yang digambarkan ini tentunya memiliki diferensiasi kegiatan, tujuan, dan target hasil pembelajaran yang berbeda pada tiap-tiap pihak. Diferensiasi ini ditujukan agar semua pihak memiliki perasaan dan tanggung jawab yang sama dalam suasana memberikan kualitas proses pembelajaran yang lebih baik untuk peserta didik. Satu pihak tidaklah merasa paling berjasa dalam menyiapkan generasi penerus, sedangkan pihak lain takacuh dan pasrah serta hanya ingin melihat hasil akhir dari sebuah proses yang tidaklah mudah. Alhasil, berkelindannya tiga pilar pendidikan ini adalah sebuah keniscayaan yang pasti bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai kesimpulan, menciptakan ekosistem Mulitiliterasi dan digitalisasi proses pembelajaran sangat membutuhkan kerja sama yang erat antara tiga pilar pendidikan. Dampak positif dan negatif dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi di bidang pendidikan harus benar-benar ditingkatkan dan dibenahi bersama demi terciptanya kualitas proses pembelajaran dan mutu lulusan yang siap menghadapi era Industri 4.0 dan masyarakat 5.0. Mereka akan menjadi generasi yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja abad 21, sedangkan secara karakter dan kepribadian tidak diragukan sesuai dengan profil Pelajar Pancasila dan nilai atau norma agama.